Kisah menjadi murid lagi – bagian 26

     Hujan di bulan Desember membuat hati semakin nostalgik. White Christmas milik orang Eropa dan Amerika, di dusunku selalu saja Wet atau Rainy Christmas. Di saat-saat seperti sekarang langit mendung setiap hari. Curahannya membuat lekuk tubuh cantik Sang Pertiwi kuyup, segar, menjanjikan kemekaran dan kehidupan baru. Buah mangga, delima, nenas dan nangka salak di sekeliling rumah ayah dan ibu semakin ranum dan siap dipetik. Pertiwiku, jauh di sana, semakin menggemaskan untuk dinikmati, dibelai, dipuja dan dicinta.

      Di luar jendela kantor gerimis, titik-titik air menimpa kaca. Pepohonan bergoyang tanpa daun, laksana tubuh Pertiwi tak bergaun. Dahan-dahannya menanti selimut lembut putih salju, namun yang datang hanyalah godaan lembut angin dan sentuhan basah sang hujan. Awan kelabu mengatapi semesta, seakan sedang bersiap menumpahkan isi hatinya ke tubuh alam. Isi hati yang galau lantaran ketamakan penduduk bumi? Sedih karena kemunafikan anak-anak dunia? Atau juga marah oleh ketumpulan hati nurani penghuni alam? Geram atas peperangan dan kekejaman para pemegang kuasa?

         Dia, Sang Penyelamat sebentar lagi datang. Saat ini bersama Sang Ibu yang mengeloni-Nya di kandungan dan Sang Ayah nan kalem, Dia sedang di perjalanan jauh. Beberapa hari lagi mereka tiba dan akan mengetuk setiap pintu, mencari tempat untuk menginap. Di setiap rumah kita pasti ada tempat untuk Sang Tamu, apalagi seandainya kita tahu, siapakah gerangan Tamu itu sebenarnya. Di kamarku yang reot dan kecil pun pastilah dengan senang hati kuterima. Namun, apakah HATI siap? Apakah kesediaan kita menerima Dia terpancar di dalam kemurnian hati kita? Bayi Suci tidak membutuhkan lagi kandang hina, Dia ingin berkanjang di dalam hati, budi dan pikiran kita.

        Di Jerman selama Advent digelar Weihnachtsmarkt, artinya Pasar Malam Natal. Orang berjualan berupa-rupa jenis hadiah Natal dan barang-barang lainnya setiap hari hingga jauh malam. Tanda pengenal pasar malam ini adalah anggur hangat, yang disebut “Gluhwein”, anggur yang dimasak dengan berupa-rupa jenis bumbu seperti cengkeh, kayu manis dlsb. Orang berjejal-jejal mengunjungi stan penjual anggur ini atau juga berjenis-jenis daging sosis panggang. Ini adalah semacam karnaval Advent, penantian kedatangan Sang Emanuel dalam kegembiraan. Tetapi apakah betul Dia yang dinantikan? Ataukah hanyalah kesenangan demi kesenangan belaka?

Menikmati tegukan anggur panas terakhir di tahun ini.

 

          Aku teringat ibu, ayah dan saudara-saudara di dusun. Sawah baru saja ditanami, rerumputan di kebun sudah dibersihkan. Pakaian Natal sudah siap di lemari kayu, sepatu-sepatu dikeluarkan dari peti, biar bisa segera disemir. Terbayang olehku tanaman jagung di sekeliling rumah yang siap dipetik dan direbus sebagai santapan malam Natal. Kacang panjang di dekat pohon pisang pun sudah bisa dijadikan sayuran segar. Setiap malam terdengar dari gereja dengungan nyanyi paduan suara yang sedang berlatih. Dan lebih lagi, di kali di belakang rumah sudah bisa dipasang kail untuk menangkap belut.

       Kubuka tirai. Tampak mawar tegak di tengah taman. Berayun-ayun lembut ditimpa semilir angin. Dedaunannya merekah diguyur titik air, dia semakin bestari. Hawa dingin tidak membuatnya layu, dia tegar menerjang aliran waktu. Siapakah yang merawatnya? Siapakah yang mengayominya? Di dahannya sudah ada kuncup mungil, sebentar lagi menyeruak dan kecantikannya menghiasi semesta. Aku ingin menyentuhnya, namun taman itu terlalu jauh. Milik tetangga. Ingin kupetik dan kubawa ke negeri khayangan, penghias istana para dewa. Namun tanganku tak sampai. Biarlah kunikmati saja aroma dan gema keelokannya, walau hanya lewat jendela kaca. Sekali waktu akan kujadikan temanku bertualang di bebukitan dan lembah Gibraltar.

Lonceng berdentang dari gereja tua, diiringi gemuruh kereta siang. Saatnya menutup tirai.

SAMSUNGWalau terlahir di musim hujan, tetap tak henti bersyukur. Terima kasih semua yang telah turut mendoakan.

SELAMAT PESTA NATAL 25 DESEMBER 2014 dan TAHUN BARU 2015. Semoga Kasih Dia yang mencintai tanpa batas, tanpa memandang perbedaan, tanpa pandang bulu dan tanpa pamrih menaungi kita semua.

FROHE WAIHNACHTSZEIT UND EIN GESEGNETES NEUES JAHR 2015. Möge die grenzenlose Gottes Liebe uns nach und nach begleiten.

2 thoughts on “Kisah menjadi murid lagi – bagian 26

Tinggalkan komentar