Asal Muasal Suku Pa’an Di Manggarai Timur

Tabe, Ase ka’en! Alangkah berharganya menelusuri napak tilas historis leluhur kita. Banyak cerita dan legenda yang hanya diketahui oleh orang-orang tetua di kampung. Pa’an dalam bahasa Manggarai (lingua franca) berbunyi „pa’ang”, yang berarti „tempat terdepan, pangkal, awal”. Selamat membaca!

hpim1377

Versi 1. Di daerah Manus yang berhak untuk menjadi Tu’a Golo adalah empat keturunan yang disebut WA’U PAT: Deru, Mukun, Manus dan Ngusu. Nenek Ande Alang mengemukakan bahwa sumber cerita / legenda ini adalah ema lopo Mboes, meka Sapang dan ayah beliau mekas Pius Rondong:

Karena kalah dalam pertarungan kerbau dengan adiknya, Meka Nggaong bersama istrinya Lopo Mina meninggalkan Bonengkabo (Minangkabau?). Dengan perahu INE JEMBU (yang terbuat dari kayu Jambu) mereka dan para pembantunya tiba di Watu Ipun (dermaga Borong sekarang). Lalu mereka terus menuju Mandosawu dan mereka berkenalan dengan orang-orang Ruteng Runtu dan memperkenalkan api kepada mereka.

Dari situ Meka La’ bersama adik dan para pembantunya menuju ke timur mnegikuti anjingnya. Sesampai di Wae Wake, anjingnya menggonggong dan menangkap rusa. Adiknya yang disuruh menyusuli anjing di lembah  Nul tidak kunjung kembali, sehingga Meka La’ bersama keluarganya meneruskan ke Golo Sita. Dari situ terus ke Wenggul. Di Wenggul itulah beliau menajamkan kayu tapak di atas pahanya, lambang kekebalan magisnya. Orang-orang Tabu melihatnya dan memintanya untuk menolong mereka dalam peperangan dengan Ghezong. Setelah menang perang, orang-orang Tabu memberikan tanah untuk dikuasai Meka La’ dengan batas-batasnya sbb: dari Wae Lur, Waruleok, Pong Taga, Golo Pari, ulung Wae Weer, Tana Ngeo, sebelah Pam, Wae Mokorogo, Wae Gheto sampai dengan Wae Lur.

Anak-anak dari Meka La’: Mawong dan Ndaeng. Kemudian turunan mereka adalah Saka dan Latar. Karena mengikuti babi piaraannya yang beranak Saka sampai di Watu Manus. Latar sang kakak kembali ke Mokel, Saka menetap di Manus. Saka menurunkan Padu dan Warang. Padu ke Ngusu, sedangkan Warang menetap di Manus.

Di Ngusu Padu menurunkan Ngau – leluhur suku Tolang, Dalu – leluhur suku Ngusu dan Jaun. Mereka memiliki seorang saudari: lopo Rida yang mengikuti suaminya orang suku Gunung.

Mekas Jaun Ame Pau’ sangat berani dan ditakuti, sehingga dijual orang Manus kepada penjajah untuk dijadikan budak. Meka Jaun mengutus pengikutnya Ngali Karung, untuk kembali dengan dibekali kekuatan magis  sehingga tidak bisa ditangkap oleh para pengawal kapal budak. Putranya Sazu / Saju masih kanak-kanak dan dipelihara oleh tantanya Lopo Rida di Gunung.

Ketika tumbuh menjadi besar, Saju menyelenggarakan Pesta Paki, untuk menghormati ayahnya yang dibawa penjajah. Keempat turunan secara bergilir mengayunkan pedang untuk membunuh kerbau korban: Deru,  Mukun, Manus dan yang terakhir Ngusu. Ketiga WA’U pertama tidak berhasil membunuh korban, kecuali wakil Ngusu: Saju. Dan ini pertanda legitimasi kekuasaan Saju (Ngusu) atas ketiga wa’u lainnya.  Manus lari, sedangkan Deru dan Mukun tidak.

Saju mengambil istri di Ladok: lopo Pele, menurunkan suku Rangga. Istrinya yang lain: lopo Ozeng (Ojeng) dari Manus (disunting saat beliau menyerang Manus dalam aksi balas dendam). Adik dari Ojeng, Tati’ diberikan juga oleh Manus untuk menemani kakaknya. Ojeng menurunkan ema Mboes, sedangkan Tati’ menurunkan ema Linus, ema Ngalang dll. Di Nancur dipersunting juga lopo Ndai’.

Ojeng dan Tati tinggal di penghulu kampung, sehingga keturunannya disebut UKU PA’AN (pa’an = pangkal, penghulu). Lopo Pele’ dan Ndai’ tinggal di penghujung kampung, di rumah dengan simbol tanduk kerbau di atapnya, sehingga keturunan mereka di sebut UKU RANGGA (rangga = tanduk).

Wawancara tanggal 24 Juli 2010 di Langgo, di rumah nenek Andreas Alang.

Versi 2. Meka La’ dari Minangkabau menyusuri jejak kerbaunya yang kalah bertanding hingga sampai di Mabaruju (dekat Wae Lengga), terus ke Nanga Pa’an (Golo Lusang di sekitar Iteng). Kemungkinan karena tidak ada api beliau terus ke Ruteng Rutu, kemudian ke Mano. Di sana sedang ada perang, pada saat mana beliau menajamkan kayu tapak (wu’er) dengan beralaskan paha; perang antara Ghezong dan Tabu di Wenggul. Pada saat perang tersebut diutuslah oleh pihak Tabu Lagor dan Lusa untuk menemui Meka La’. Beliau menyuruh mereka untuk memanjat pohon bambu (betong) untuk melihat kampung Ghezong yang tampak sangat jelas. Dibukalah benteng dan Ghezong diserbu sampai kalah. Sebagai ucapan terima kasih, Tabu memberikan Mokel kepada Meka La’. Di sana lahirlah putra-putra beliau: Padu, Warang, Saka dan Latar. Padu dan Warang bergerak ke arah Manus sedangkan yang lainnya ke Taga/Mukun. Warang menetap di Manus dan Padu terus ke Ngusu dan anaknya Sazu’ yang juga disebut Pa’an. Dari Meka Sazu’ lahirlah Sa’, Sau’, Saka’ dan Rangun. Sa’ menurunkan putranya Mboes, dari Mboes lahirlah Bapa Lukas Lading dan Bapa Does Daniel. Sau’ berputrakan Nggorong (kuburnya di Ngusu). Meka Nggorong adalah kakek dari penulis. Sedangkan Saka’ menurunkan Panggal, Mbada, Sara dan Pasang. Yang termuda Rangun berputrakan Tepong, Kelu, Ajang/Azang dan Malas. Kelu menurunkan Meka Mundus Tabur dan meka Nelis, Ajang menurunkan meka Domi dan Malas berputrakan meka Ngalang.

Sejarah ini dibuat di Mbaru gendang Pa’an di Ngusu pada tanggal 23 Juli 1999. Narasumber: alm. bp tu’a Lukas Lading

Vinadi GM SVD

Totem dalam suku Pa’an:

Sebenarnya totem (mawa dalam bahasa Manus) menurut nenek Raymundus Mujur adalah sama untuk seluruh empat keturunan (Wa’u Pat): Deru, Mukun, Manus dan Ngusu. Konon menurut legenda, suatu hari dalam perjalanannya menuju ke timur Manggarai Meka La’ bersama rombongannya berburu. Mereka mendapatkan seekor babi landak. Beliau sebagai kepala rombongan menghendaki supaya hati dari hasil buruan tersebut diperuntukkan baginya. Tetapi rupanya hal tersebut tidak diindahkan oleh bawahannya. Meka La’ naik pitam dan bersumpah bahwa dia dan keturunannya tidak akan menyentuh daging babi landak. Siapa yang melanggar sumpah tersebut secara sadar atau pun tidak, akan terkena hukuman naki (nangki dlm bah. Manggarai). Sudah banyak bukti nyata dari naki-naki tersebut: ada yang seluruh anaknya terlahir dengan penyakit kulit dua, ada yang sakit jiwa dan lain-lain. Pelanggaran harus ditebus dengan acara loak (loak = memuntahkan), sehingga ada babi ataupun ayam untuk acara tersebut.

Mawa lain adalah sejenis pisang yang sering disebut Muku Bela’.Konon pisang tersebut jarang tumbuh di daerah Manus. Tetapi seandainya dijumpai oleh keturunan Wa’u Pat, pohonnya harus ditanduk sampai tumbang.

Refleksi atas tabu/mawa:

Percaya atau tidak, bukti yang dilihat sampai saat ini tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Kala kita berbicara dengan sanak keluarga kita di kampung, nyata sekali, betapa besar rasa keterikatan mereka akan larangan-larangan mawa sukunya masing-masing. Manusia adalah anak budayanya sendiri (the son of his culture), maka adalah sangat berharga bila budayanya bersama tabu-tabunya tetap terpelihara dan diturunkan kepada anak cucu.


46 thoughts on “Asal Muasal Suku Pa’an Di Manggarai Timur

    • Hahaha, Alfred, sumber cerita itu lisan. Di dalam bukunya Dami N. Toda “Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi” (lupa halaman berapa), ada tertulis, bahwa masing-masing suku, malahan kedaluan (kedaluan terbentuk dari beberapa suku/klan) memiliki kisah sejarah lisan sukunya. Kelihatannya semua cerita lisan tersebut mengarah ke “Minangkabau” sebagai asal-muasalnya. Bisa dicek. Salam

  1. Nana…menarik sekali cerita asal muasal suku di Matim tu..sy ada bukunya Bapa Dami N. Toda, tp belum di baca. cerita ini membuat sy ingin tau lebih ttg keunikan latar belakang suku2 di manggarai.. terimakasih e..nana. maju terus. tabe.

    • Yo kaka, setiap suku (uku) di Manggarai pasti memiliki legende tersendiri. Bisa dicek. Salam hangat ke situ. Mulai menes ga… Tabe

  2. Ko sama ya ceritanya dengan sala suku saya dimnggarai..
    tp saya Suku Nodo..

    Kami gak makan Melinjo..ktanya dulu nenek moyang kami itu kapalnya karam…dan satu2x tali yang bisa narik tuh kapal adalah kulit malinjo..

    • Ko sama Kayak cerita asal mula suku q bos ya..
      ceritanya hampir sama tapi saya itu sukunya ” NDOSO” di kuwus….
      katanya nenek moyang kami juga berasal dari minangkabau…
      n kami gak bisa makan malinjo..
      katanya sih dulu pas kapal nenek moyang kami itu karam kulit malinjo z yang bisa narik tuh kapal,..makanya sampai sekarang pun kami pun gk makan yang namanya malinjo..

      • Iya, Kela. Sejarah suku-suku (klan-klan / subklan) di Manggarai itu hampir mirip. Asalnya bermacam-macam: Bonengkabo, Minangkabau, Bugis, India, Sumba dll. Ini harus juga diselidiki secara ilmiah, selain cerita totemistis dari nenek moyang. Inti dari semua sejarah tersebut adalah bahwa masyarakat Manggarai seantero dan dahulunya berlatar majemuk. Ada yang Manggarai asli dan ada yang pendatang. Para pendatang berintegrasi dan menerima adat dan tradisi atau mengakulturasi adat yang dibawanya dengan adat setempat. Terbentuklah adat Manggarai yang sekarang. Com nenggitu kaut di, Kraeng. Tabe

  3. Keren sekali e tuang. Semoga dengan tulisan-tulisan ini kami orang muda mampu memahami kakayaan budaya dan adat Manggarai. Tabe

    • Apanya yang kurang mengerti bung? Saya sendiri juga kadang kurang paham dengan kisah2 legenda leluhur. Begitulah hidup

  4. Kae pater, tulisan ini sangat berharga. Meskipun info ttng 2 wa’u sale wena wae mokel tdk banyak dibahas, saya sdh punya gambaran ttng identitas sya.pater tlh memotivasi sy untuk mulai menulis. Tabe.

    • Kraeng Hebo, komentar apa kole ge? umumnya asal-usul suku2 di Manggarai mirip, ujung-ujungnya berasal dari Minangkabau/Bonengkabo. aku ngoeng keta kudut cake asal-usul suku2 lain yang merupakan suku2 asli/aborigen/indigenous/original Manggarai sejak berabad2. tabe ga

  5. Sangat menarik om pater,,wokobaca lai di’a pole nuk,,selama gho’o woko tombo kaut pe lai lemon koley…,proficiat utk ite,,sangat bermanfaat utk wa’u paan d masa depan nana..

  6. Ping-balik: Asal-Usul Manggarai Adalah Minangkabau | The Minangel

  7. salam kaka
    saya tertarik dengan cerita diaspora keturunan minangkabau di manggarai
    terima kasih pencerahaanya

    • Kesa,kalau suku lain adalah “ata cai”, maka suku Ruteng asli tentunya “ata ici tana”, berarti merekalah penghuni pulau sejak masa Homo Floriniensis. Itu hanya hipotese logis. Kebenarannya perlu ditelaah dan ditelusuri. Tabe ga.

  8. dari alfons gintus.
    baik sekali silsila yang ditampilkan sebaghagian tadi, makanya kita sebagai orang manggarai perlu hendaknya memperdalam dasar dari pertumbuhan adat dan budaya kita termasuk susunan kerajaan pada mulanya sampai sekarang…mari …tugas kita semua….terutama keturunan Pa,an pada masa kerajaan ” MPO TAMBI waktu pembagian Dalu dan Gelarang dulu…kita akan rampung pada saatnya nanti…terima kasih ….tabe…

  9. saya hari ini sangat bangga..karena bisa bertemu dengan sdr.ku keturunan pa.ang yang berdiam di Manus…manggarai.saya juga adalah keturunan keluarga pa.ang yang tinggal di Pongkor/Todo satar Mese, namun sudah lama merantau di luar NTT. karena dambaan dari masing masing keluarga besar pa.ang untuk kembali menjadi satu dan utuh, maka pada thn 2012 kita telah berkumpul bersama yang hadir dari basis pa.ang rempo lembor, lalang dan Lidi Borong, serta ami ata pukang kuwu one pongkor. pertemuan ini akan menghasilkan suatu kesepakatan besar untuk keluarga besar pa.ang keturunan dan tetesan dara dari MPO Tambi pada masa mendatang…sambil berbuat banyak serta berjuang terus… tabe…saya janji akan ketemu saudara saya di manus jika saya pulang manggarai tahun depan. sebelumnya boleh komunikasi via hp. saya ini. o81254240788/ alfons gintus… do..do.. tabe ite…

  10. salam semua. ternyata kita semua mmliki hub historis dan keterikatan. salam saya dri padang. minangkabau. kpan dtang ke minang sanak

  11. baik sdr.ku hafid, pasti kita akan ketemu pada waktunya, ada nomor hpku. coba sms dan saya akan certita panjang lebar ok sdrku. terima kasih salam hangat.

    • Pa Regi, tabe. Suku Todo menurut legenda dan sejarah berasal dari Minangkabau, yang datang dalam diri Mashur dan rombongannya. Todo dulu adalah tempat mereka bermalam dan mulai membuka ladang. Setelah saling berkontak dengan kampung Pongkor, muncullah ikatan perkawinan di antara mereka. Bisa dicek lagi. Salam sukses selalu.

  12. ka.e pater terima kasih ga postinganya sangat menarik dan akhirnya saya tahu sejarah suku pa,an dan suku rangga itu,,,,,,ijin copy tulisan dite laku ka,e hehehehe

  13. trima kasi pater…sya sdang berusaha mencari sejarah etnis suku gunung…pater sempat singgung mengenai suku gunung , hanya kurang mendalam…tlg bantu sya pater..

    • Eza, terima kasih kole. Saya juga kurang terlalu tahu asal-usul suku Gunung, sumber terbaik adalah para tetua, ise ata ga’e wone beo a. Coba tanya itu. Tabe ga

  14. kae pater…saya ingin bertanya tentang keterkaitan sejarah diatas dengan sejarah ekspansi adak todo ke arah adak tana dena dalam buku dami n toda. menurut buku tersebut wilaya manus dikuasai kerajaan tana dena(orang keo) sebelum direbut oleh kerajaan todo. peristiwa sejarah diatas terjadi sebelum ekspansi tersebut ataukah sesudanya. sya sedang dalam proses membuat novel yang berjudul wundu gunung. latar tempat dan situasinya adalah pristiwa sejarah asal-usul suku gunung. tapi sulit bagi saya untuk mengaitkan kedua pristiwa di atas. mohon bantuanya kae.. trims…salam..

  15. Tabe…
    salam kenal pater, terimakasih banyak telah memberikan edukasi kembali cerita/legenda daerah kita. sedikit mau bertanya pater, siapa penulis dari buku cerita ini ? terimakasih, tabe

    • Kraeng Jerry, salam kenal juga. Bukunya karangan Dami N. Toda. Sedang lainnya itu hasil interview agu ise one beo. Salam

Tinggalkan Balasan ke Tonny Rahu Batalkan balasan